Powered By Blogger

Jumat, 02 November 2012

Cara Merawat Hamster

Cara Merawat Anak Hamster

Image
Menurut pengalaman saya merawat anak hamster bukanlah sesuatu yang mudah. Akan tetapi ketika dilakukan dengan baik dan benar, anak hamster akan lekas tumbuh dan dapat segera dipisahkan dari induknya.
Karena bayi hamster sangat rentan. Bukan itu saja, induk hamster bahkan bisa membunuh bayi hamster yang masih sangat lemah. Berikut adalah tips merawat anak hamster menurut pengalaman saya pribadi:
1. Keluarkan mainan berbahaya dari kandang.
Keluarkan mainan berbahaya termasuk roda hamster. Anak hamster dapat terjepit di bawah roda saat mereka mengeksplorasi kandang.
2. Tidak mengganggu induk hamster yang baru melahirkan.
Tunda membersihkan kandang saat induk hamster baru melahirkan. Gangguan pada kandang akan dianggap induk hamster sebagai ancaman. Induk yang stress bisa secara tidak sengaja membunuh/memakan anak-anaknya sendiri. Tempatkan makanan dan minuman dengan hati-hati agar induk hamster tidak merasa terganggu.
3. Sediakan cukup pakan yang bergizi bagi indukan hamster
Pastikan induk hamster mendapatkan cukup makanan dan air. Induk hamster harus menyusui anak-anaknya sehingga pasokan pakan yang cukup akan membuat anak hamster tumbuh sehat. Saat sedang merawat anak-anaknya, beri induk hamster makanan tinggi protein seperti telur rebus ataupun bisa dengan memberikan pakan sayur-sayuran seperti jagung, baby corn, wortel, dan lain-lain.
4. Awasi perkembangan anak hamster
Awasi perkembangan anak hamster dari waktu ke waktu. Namun hati-hati, jangan sampai induk hamster merasa terganggu.
5. Beri anak hamster makanan padat
Sebarkan makanan di dasar kandang. Makanan yang diletakkan di mangkuk akan menyulitkan bayi hamster untuk meraihnya. Setelah disapih dari induknya, anak hamster harus sudah terbiasa mendapatkan makanan padat. Anak hamster bisa diberi berbagai makanan dari pelet, wortel, selada, mentimun, dan makanan lainnya.
6. Sediakan mangkuk air yang rendah
Beri tempat air yang rendah agar anak hamster dapat menjangkaunya dengan mudah. Tempat air yang terlalu dalam juga dapat membuat anak hamster tercebur kedalamnya yang dapat berakibat fatal.
7. Bersihkan kandang setelah anak hamster berusia sekitar dua minggu
Membersihkan kandang harus dilakukan secara bertahap – satu sisi kandang pada suatu waktu – untuk meminimalkan gangguan pada keluarga hamster.
8. Pisahkan anak hamster dari induknya
Anak hamster bisa mulai dipisahkan dari induknya setelah berusia sekitar 3 minggu. Sebaiknya, anak hamster jantan dan betina ditempatkan dalam kandang yang berbeda.
9. Masa dewasa
Saat berusia 2 bulan, anak hamster sudah bisa mulai dipelihara tersendiri atau dicampur bersama hamster dewasa lainnya.
Untuk lebih jelas/lanjutnya bisa search ke google aja. thankyou :)
Just share photo’s my baby hamster (umurnya baru 14hari)
Image

Manajemen Keuangan Syariah

 
MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH 
 
Asal mula kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno dari kata menagement, yang memiliki artiseni melaksanakan dan mengatur. Pengertian secara bebas Manajemen berarti sebagai sebuah prosesperencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapaisasaran(goals) secara efektif dan efesien.Manajemen Keuangan Syariah adalah sebuah kegiatan manajerial keuangan untuk mencapai tujuandengan memperhatikan kesesuaiannya pada prinsip-prinsip syariah.Prinsip syariah pada aspek keuangan meliputi : 
 
1. Setiap perbuatan akan dimintakan pertanggungjawabannya.Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepadaKami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, merekaitulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan;dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam syurga). (QS. As Sabaa 34; 31).
 
2. Setiap harta yang diperoleh terdapat hak orang lain.Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yangtidak mendapat bagian (QS. Adz-Dzariyaat 51; 19).Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kamiberikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagisyafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. (QS.Al Baqarah 2; 254)Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalanAllah
[166]adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulirseratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.Al Baqarah 2; 261)
 
3. Uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan.Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orangyang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalahdisebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahalAllah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampaikepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apayang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; merekakekal di dalamnya. (QS.Al Baqarah 2; 275)Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, makariba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamumaksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yangmelipat gandakan (pahalanya).(Qs. Ar Ruum 30; 39)

Manajemen Dakwah

Pendahuluan
Di masyarakat yang masih sederhana atau bersahaja, kegiatan dakwah atau (dalam pengertian sempit) tabligh biasanya dilakukan secara sederhana pula. Pengurus DKM atau Ketua Majlis Taklim cukup menugaskan anggota pengurusnya atau seksi dakwah (kalau ada) untuk menyelenggarakan Tabligh Akbar, Pengajian Umum, atau istilah lainnya. Setelah disepakati waktu dan penceramahnya, barulah para pengurus menghubungi penceramah dengan judul diserahkan sepenuhnya kepada penceramah, namun yang penting terkait dengan tema besar untuk acara bulan tertentu. Seksi Dakwah tidak menjelaskan kepada penceramah tentang latar belakang masalah yang sedang dihadapi umat, apa yang menjadi penyakit masyarakat, dan apa target yang ingin dihasilkan setelah tabligh/acara itu berlangsung.
Pada saat pelaksanaan acara pun, semua pengurus terlibat dan dilibatkan dalam kegiatan, tetapi tidak diberi tugas yang jelas. Misalnya, orang yang mengurus konsumsi adalah orang tertentu saja atau yang biasa menangani itu saja yang berlanjut dari tahun ke tahun. Maka, ketika orang yang biasa menangani itu berhalangan, maka pengurus saling mengandalkan antara satu dengan lainnya. Akibatnya, semua panitia sibuk mengurus bidang tertentu yang ditingggalkan oleh orang yang biasa mengerjakannya. Ini belum termasuk Pembaca Al-Quran, Master Ceremony (MC/protokol) atau pembaca do’a yang ditunjuk beberapa saat sebelum acara berlangsung. Bahkan,saling tidak jelas uraian tugas dan siapa yang diberi tugas tertentu, pernah terjadi seorang penceramah(yang sengaja diundang dari kota) tidak diberi transport, karena saling mengandalkan dan saling menduga atau mis-komunikasi. Si A menyangka bahwa si B yang diberi tugas menyerahkan transport tersebut, sementara si B menduga bahwa si A lah yang diberi tugas menyerahkannya. Kejadian ini baru diketahui oleh sang Ketua setelah satu minggu berlalu.
Paparan kasus tersebut di atas menggambarkan bahwa betapa penting dan urgensi sebuah pengelolaan dari sebuah kegiatan, sekecil apa pun. Pengelolaan atau tata kelola yang dimaksud adalah apa yang dikenal dengan istilah Manajemen. Pada mulanya, istilah ini dikenal di kalangan perusahaan, tetapi kemudian berkembang ke sector-sektor lain, seperti pendidikan, dakwah, atau lainnya, sehingga lahir istilah manajemen pendidikan dan manajemen dakwah.

Pengertian Manajemen Dakwah
Manajemen Dakwah, secara bahasa, terdiri atas Manajemen dan Dakwah, yang setelah di-idhafahkan memiliki pengertian tersendiri. Oleh karena itu, kita akan mencoba menelusuri pengertian kedua kata tersebut, hingga ditemukan pemahaman yang lebih kurang sama dan memadai.
1. Pengertian Manajemen
Secara bahasa Manajemen adalah berasal dari kata management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan. Artinya, manajemen adalah sebagai suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan.(M. Munir dan Wahyu Ilaihi, 2009: 9)
Adapun secara istilah, demikian yang dikutip M. Munir (et. al) terdapat banyak definisi yang dikemukakan para ahli, di antaranya adalah:
“The process of planning,organizing, leading, and controlling the work of organization members and of using all availabel organizational resources to reach stated organizational goals” (sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengaturan terhadap para anggota organisasi serta penggunaan seluruh sumber-sumber yang ada secara tepat untuk meraih tujuan organisasi yang telah ditetapkan).
Robert Kritiner mendefinisikan, manajemen sebagai suatu proses kerja melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi dalam lingkungan yang berubah. Proses ini berpusat pada penggunaan yang efektif dan efisien terhadap penggunaan sumber daya manusia.
Berdasarkan kedua definisi di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa:
manajemen adalah proses kerja kelompok yang dilakukan dengan melalui prosedur/kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, mengatur, dan mengendalikan (controlling) dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber dana/fasilitas secara efektif dan efisien, untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Pengertian Dakwah
Dakwah, menurut arti logat (etimologis) adalah panggilan, menurut Endang S. Anshari (2004: 152-153) adalah seruan, dan ajakan. Sedangkan arti dakwah dalam pengertian terminologis, mencakup hal-hal berikut:
a) Dalam arti terbatas dakwah (Islam) adalah penyampaian Islam kepada manusia, baik secara lisan, tulisan, maupun secara lukisan (panggilan, seruan, dan ajakan kepada manusia kepada Islam)
b) Dalam arti luas, dakwah (Islam) adalah penjabaran, menerjemahan, dan pelaksanaan Islam dalan perikehidupan manusia, termasuk dalamnya adalah politik, ekonomi, social, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesenian, kekeluargaan, dan lain sebagainya.
Selain yang disebut di atas, Endang Saefuddin Anshari, menyampaikan beberapa definisi lain dari dakwah sebagaimana tercantum di bawah ini:
1) Dorongan terhadap manusia agar berbuat kebaikan dan menuruti petunjuk, menyuruh berbuat kebajikan, dan melarang berbuat kemungkaran.
2) Pelaksanaan amanah Allah Swt., baik amanah khilafah maupun amanah ibadah.
3) Segala aktivitas dan usaha yang mengubah satu situasi tertentu ke arah situasi lain yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.
4) Realisasi ajaran Islam dalam pelbagai segi kehidupan manusia.
5) Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup di dunia ini yang meliputi amar ma’ruf dan nahi munkar dengan pelbagai media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perorangan, perikehidupan berumah tangga(usrah), perikehidupan bermasyarakat, dan perikehidupan bernegara.
Apabila definisi Endang Saefuddin Anshari tentang dakwah, dibandingkan dengan pandangan M. Natsir, maka sebenarnya tidak ada perbedaan yang mencolok. Namun demikian, pandangan dan definisi M. Natsir tampak jauh lebih rinci, sehingga tergambar adanya hal-hal berikut:
(1) Ada aktivitas yang dilakukan berupa usaha-usaha menyerukan/menyampaikan,
(2) Sasaran dakwahnya adalah umat manusia, baik perorangan maupun kelompok,
(3) Metode dan media yang digunakan,
(4) Materi yang disampaikan adalah pandangan dan tujuan hidup, dan
(5) Tujuan dakwah adalah menjalankan Islam dalam kehidupan pribadi, kehidupan rumah tangga, dan kehidupan masyarakat, serta kehidupan bernegara.

Unsur-Unsur Dakwah
Menurut Endang Saifuddin Anshari (2004: 153-154), unsur-unsur dakwah adalah sebagai berikut:
1) Dasar Dakwah , terdiri atas dua hal: a) dasar dakwah adalah pandangan hidup yang dijadikan landasan dakwah; b) dasar dakwah adalah Islam (Al-Quran dan As-Sunnah).
2) Tujuan Dakwah
Tujuan umum dakwah Islam adalah identik dengan tujuan hidup muslim itu sendiri.
a) Tujuan vertical, yaitu Allah atau keridhaan Allah(QS al-An’am:162-163; al-Qari’ah: 6-9; al-Kahfi: 110; Maryam: 6; al-Fajr: 27-30; al-Lail: 18-21; al-Naml: 19).
b) Tujuan horizontal, yaitu rahmbat bagi segenap alam (al-Anbiya: 108):
(1) Tujuan sebagai individu (QS al-Baqarah: 22; 209)
(2) Tjuan sebagai anggota keluarga (al-Rum: 21)
(3) Tujuan sebagai warga lingkungan (QS al-A’raf: 96)
(4) Tujuan sebagai warga bangsa (Saba: 15)
(5) Tujuan sebagai warga dunia (al-Baqarah: 201), universum (al-Anbiya: 108)
(6) Tujuan sebagai warga.
3. Subjek Dakwah
Subjek dakwah Islam adalah semua muslim mukallaf sesuai dengan kemampuan dan kesanggupannya masing-masing.
4. Objek Dakwah
Objek dakwah Islam adalah segenap manusia, yaitu muslim dan nonmuslim.
5. Materi Dakwah.
Materi dakwah Islam adalah al-Islam (Al-Quran dan Sunnah) tentang pelbagai soal perikehidupan manusia.
6. Metoda Dakwah
Metode dakwah Islam adalah metode dalam arti yang luas yang mencakup juga strategi, taktik, dan teknik dakwah. Metoda umum dakwah Islam menurut Al-Quran terdiri atas: a) QS al-Nahl: 125: yaitu bil hikmah (dengan hikmah); al-mau’zhatul hasanah (dengan nasehat yang baik); dan al-mujadalah billati hiya ahsan (dengan disksui yang lebih baik lagi); dan b) QS al-Jumuah: 2, yaitu: membacakan (yatlu ‘alaihim ayatihi); menyucikan (yuzakkihim), dan mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah (yu’allimuhul kitab wal-hikmah).
7. Alat Dakwah
Alat Dakwah adalah segala perlengkapan yang diperlukan untuk terlaksananta dakwah Islam, baik alat material maupun immateri, termasuk ke dalamnya yaitu organisasi, dana , tempat, juga bahasa, media, dan lain sebagainya.
8. Waktu Dakwah
Waktu Dakwah Islam akan menjawab pertanyaan kapan, berapa lama, dan berapa kali dakwah Islam itu diselenggarakan.
9. Evaluasi Dakwah
Evaluasi dakwah Islam adalah penilaian seobjektif mungkin mengenai apakah dakwah Islam yang
diselenggarakan itu mencapai target atau tujuan, baik umum maupun khusus, yangdicita-citakan.
10. Faktor X dakwah
Faktor x dakwah Islam adalah factor hidayah Tuhan. Faktor inilah yang paling menentukan. Manusia menerima Islam adalah merupakan hidayah Allah(maksudnya: adalah hidayah Ma’unah atau hidayah al-Taufiq). Hidayah termaksud adalah semata-mata rahmat anugerah Allah Swt.
Berdasarkan uraian di atas, maka Manajemen Dakwah, menurut A. Rosyad Shaleh (dalam M. Munir, 2009: 36) adalah sebagai proses perencanaan tugas, mengelompokkan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian menggerakkan ke arah pencapaian tujuan dakwah.

FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN (GEORGE TERRY) DAN IMPLEMENTASINYA DALAM DAKWAH
Fungsi Manajemen dalam pandangan George Terry adalah (1) Planning (Perencanaan), (2) Organizing (Pengorganisasian), (3) Actuiting (Pelaksanaan), dan (4) Controlling (Pengendalian), yang kemudian disingkat dengan POAC. Untuk memudahkan implementasinya, berikut ini disajikan gambar sebagai berikut:
GARAPAN/FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (DA’I DAN SASARAN DAKWAH) SUMBER  DANA, METODE, STRATEGI, DAN MATERI DAKWAH SUMBER FASILITAS (SARANA/PRASARANA)
 PERENCANAAN ü
ü
ü
 ENGORGANISASIAN ü
ü
ü
PELAKSANAAN ü
ü
ü
PENGAWASAN ü
ü
ü
NB:
(1) Semua kegiatan POAC tersebut di atas diorentasikan untuk mencapai TUJUAN DAKWAH
(2) Keempat fungsi manajemen di atas merupakan satu kesatuan system yang tidak dapat dipilah-pilah, yang saling terkait antara satu dengan lainnya.
(3) Perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan penentuan sasaran dan tujuan organisasi, menyyusun strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dan mengembangkan khirarhi rencana secara komprehensif untuk mengintegrasikan dan mengordinasikan kegiatan. (Mary Robins dalam M. Munir (et. al) ,2009: 96)
(4) Pengorganisasian adalah seluruh proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Ini merpakan langkah awal bagi pelaksanaan rencana yang telah tersusun sebelumnya.(M. Munir (et. al) ,2009: 117)

PENUTUP
Demikianlah beberapa informasi tentang manajemen dakwah, kiranya dapat kita aplikasikan dalam kegiatan dakwah kita, agar hasil/tujuan dakwah kita dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sebagai percobaan/latihan, silakan Anda buat program kegiatan dakwah di daerah Anda dengan langkah manajerial sebagaimana dipaparkan di atas: rumuskan tujuan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Selamat mencoba dan insya Allah sukses dengan izin Allah Swt.

Aneka Bross Lucu







50 Kata Mutiara Motivasi Hidup

Pesan dalam kumpulan kata-kata mutiara ini tidak akan pernah menyentuh jiwa yang kerdil, pemalas, pesimis, mudah patah semangat, tidak percaya diri, serta tidak memiliki cita-cita!
  1. Hanya mereka yang berani gagal dapat meraih keberhasilan (Robert F. Kennedy)
  2. Setiap pria dan wanita sukses adalah pemimpi-pemimpi besar. Mereka berimajinasi tentang masa depan mereka, berbuat sebaik mungkin dalam setiap hal, dan bekerja setiap hari menuju visi jauh ke depan yang menjadi tujuan mereka (Brian Tracy)
  3. Percayalah pada keajaiban, tapi jangan tergantung padanya (H. Jackson Brown, Jr)
  4. Rayulah aku, dan aku mungkin tak mempercayaimu. Kritiklah aku, dan mungkin aku tak menyukaimu. Acuhkan aku, dan aku mungkin tak memaafkanmu. Semangatilah aku, dan aku mungkin takkan melupakanmu (William Arthur)
  5. Jika Anda membuat seseorang bahagia hari ini, Anda juga membuat dia berbahagia dua puluh tahun lagi, saat ia mengenang peristiwa itu (Sydney Smith)
  6. Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapatkan banyak teman tetapi menyia-nyiakannya. (Ali bin Abi Thalib)
  7. Jangan segan untuk mengulurkan tangan Anda. Tetapi, jangan juga segan untuk menjabat tangan orang lain yang datang pada Anda (Pope John XXIII)
  8. Alam memberi kita satu lidah, akan tetapi memberi kita dua telinga, agar kita mendengar dua kali lebih banyak daripada berbicara (La Rouchefoucauld)
  9. Sahabat paling baik dari kebenaran adalah waktu, musuhnya yang paling besar adalah prasangka, dan pengiringnya yang paling setia adalah kerendahan hati (Caleb CC.)
  10. Kebahagiaan tergantung pada apa yang dapat Anda berikan, bukan pada apa yang Anda peroleh (Mohandas Ghandi)
  11. Kegagalan tidak diukur dari apa yang telah Anda raih, namun kegagalan yang telah Anda hadapi, dan keberanian yang membuat Anda tetap berjuang melawan rintangan yang bertubi-tubi (Orison Swett Marden)
  12. Dan bahwa setiap pengalaman mestilah dimasukkan ke dalam kehidupan, guna memperkaya kehidupan itu sendiri. Karena tiada kata akhir untuk belajar seperti juga tiada kata akhir untuk kehidupan (Annemarie S.)
  13. Urusan kita dalam kehidupan bukanlah untuk melampaui orang lain, tetapi untuk melampaui diri sendiri, untuk memecahkan rekor kita sendiri, dan untuk melampaui hari kemarin dengan hari ini (Stuart B. Johnson)
  14. Saya telah mempelajari kehidupan pria-pria besar dan wanita-wanita terkenal, dan saya menemukan bahwa mereka yang mencapai puncak keberhasilan adalah mereka yang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang ada di hadapan mereka dengan segenap tenaga, semangat dan kerja keras (Harry S. Truman)
  15. Sebagian orang mengatakan kesempatan hanya datang satu kali, itu tidak benar. Kesempatan itu selalu datang, tetapi Anda harus siap menanggapinya (Louis L’amour)
  16. Kegagalan dapat dibagi menjadi dua sebab. Yakni orang yang berpikir tapi tidak pernah bertindak dan orang yang bertindak tapi tidak pernah berpikir (W.A. Nance)
  17. Kebahagiaan tertinggi dalam kehidupan adalah kepastian bahwa Anda dicintai apa adanya, atau lebih tepatnya dicintai walaupun Anda seperti diri Anda adanya (Victor Hugo)
  18. Jika kita memulainya dengan kepastian, kita akan berakhir dalam keraguan, tetapi jika kita memulainya dengan keraguan, dan bersabar menghadapinya, kita akan berakhir dalam kepastian (Francis Bacon)
  19. Jangan melihat masa lalu dengan penyesalan, jangan pula melihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran (James Thurber)
  20. Orang-orang menjadi begitu luar biasa ketika mereka mulai berpikir bahwa mereka bisa melakukan sesuatu. Saat mereka percaya pada diri mereka sendiri, mereka memiliki rahasia kesuksesan yang pertama (Norman Vincent Peale)
  21. Kebahagiaan akan tumbuh berkembang manakala Anda membantu orang lain. Namun bilamana Anda tidak mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan layu dan mengering. Kebahagiaan bagaikan sebuah tanaman, harus disirami tiap hari dengan sikap dan tindakan memberi (J. Donald Walters)
  22. Sedikit sekali orang yang memiliki hartanya sendiri. Hartalah yang memiliki mereka (Robert G. Ingersoll)
  23. Hidup adalah sebuah tantangan, maka hadapilah. Hidup adalah sebuah nyanyian, maka nyanyikanlah. Hidup adalah sebuah mimpi, maka sadarilah. Hidup adalah sebuah permainan, maka mainkanlah. Hidup adalah cinta, maka nikmatilah (Bhagawan Sri Sthya Sai Baba)
  24. Orang yang bahagia bukanlah pada lingkungan tertentu, melainkan orang dengan sikap-sikap tertentu (Hugh Downs)
  25. Jangan takut untuk mengambil satu langkah besar bila memang itu diperlukan. Anda tak akan bisa melompati jurang dengan dua lompatan kecil (David Lloyd George)
  26. Tak ada rahasia untuk menggapai sukses. Sukses itu dapat terjadi karena persiapan, kerja keras dan mau belajar dari kegagalan (General Collin Power)
  27. Kita menilai diri kita dengan mengukur dari apa yang kita rasa mampu untuk kerjakan, orang lain mengukur kita dengan mengukur dari adap yang telah kita lakukan (Henry Wadsworth Longfellow)
  28. Pengalaman bukan apa yang terjadi pada Anda, melainkan apa yang Anda lakukan atas apa yang terjadi pada Anda (Aldous Huxley)
  29. Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak, dan jarang menghampiri penakut yang tidak berani mengambil konsekuensi (Jawaharlal Nehru)
  30. Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan (Confusius)
  31. Kita tidak tahu bagaimana hari esok, yang bisa kita lakukan adalah berbuat sebaik-baiknya dan berbahagia hari ini (Samuel Taylor Colleridge)
  32. Amatlah sedikit yang diperlukan untuk membuat suatu kehidupan yang membahagiakan, semuanya ada di dalam diri Anda, yaitu di dalam cara berpikir dan bersikap (Fred Corbett)
  33. Kesalahan terbesar yang dibuat manusia dalam kehidupannya adalah terus-menerus merasa takut bahwa mereka akan melakukan kesalahan (Elbert Hubbad)
  34. Kebanggan kita yang terbesar bukan karena tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kita jatuh (Confusius)
  35. Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan, dan saya percaya pada diri saya sendiri (Muhammad Ali)
  36. Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan, saat mereka menyerah (Thomas Alfa Edison)
  37. Semua orang tidak perlu malu karena berbuat kesalahan, selama ia menjadi lebih bijaksana dari sebelumnya (Alexander Pope)
  38. Kita berdoa jika kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan rezeki melimpah (Khalil Gibran)
  39. Bagian terbaik dari seseorang adalah perbuatan-perbuatan baiknya dan kasihnya yang tidak diketahui orang lain (William Wordsworth)
  40. Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan dilempari dengan batu, tapi membalas dengan buah (Abu Bakar Sibli)
  41. Apabila kamu tidak bisa berbuat kebaikan kepada orang lain dengan kekayaanmu, maka berilah mereka kebaikan dengan wajahmu yang berseri-seri, disertai akhlak yang baik (Nabi Muhammad Saw.)
  42. Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih (Lao Tse)
  43. Kaca, porselen, dan nama baik, adalah sesuatu yang gampang sekali pecah, dan tak akan dapat direkatkan kembali tanpa bekas yang nampak (Benjamin Franklin)
  44. Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di atas kepala kita sendiri, tetapi selalu berada di atas kepala orang lain (Thomas Hardy)
  45. Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putusnya dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia menentramkan amarah dan gelombang itu (Marcus Aurelius)
  46. Karena manusia cinta akan dirinya, tersembunyilah baginya aib dirinya. Tidak kelihatan olehnya walaupun nyata. Kecil di pandangnya walau bagaimana pun besarnya (Jalinus At Thabib)
  47. Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi, jika semua orang mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan (Sir Francis Bacon)
  48. Perbuatan-perbuatan salah adalah biasa bagi manusia, tetapi perbuatan pura-pura itulah sebenarnya yang menimbulkan permusukan dan pengkhianatan (Johan Wolfgang Goethe)
  49. Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali nampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah melakukannya dengan baik (Evelyn Underhill)
  50. Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh (Andrew Jackson)

Mantuq dan Mafhum ushul Fiqh

MANTUQ DAN MAFHUM DALAM ILMU USHUL FIQH
MAKALAH
Diajukkan untuk memenuhi salah satu tugas Struktur
 pada mata kuliah Ushul Fiqh


Disusun Oleh :
Sapty Prasetiawaty. R
NIM : 120 940 3037


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009/2010
KATA PENGANTAR
Puji yang menjadi penganut hati dilantunkan kepada Allah Rabbul Izzati. Puja yang menjadi penganut jiwa dilantunkan kepada Allah Azza Wajalla, yang mana atas berkat curahan kasih sayang-Nya dengan memberinya kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah “MANTUQ DAN MAFHUM” pada mata kuliah Ushul FiqH.
Shalawat dan salam senantiasa selalu tercurah limpahkan kepada habib tertinggi, manusia termulia, pengkikis habib segala ajaran komunis dan kapitalis, penghancur perbuatan najis, pembawa ahklak yang mukhlis. Siapakah dia kalau bukan pimpinan kita yang idealis yakni Nabi besar Muhammad SAW.
Dalam penulisan makalah ini, penyusun perlu menyadari sepenuhnya sebagai insane yang dianugerahi kelebihan disamping keterbatasan diri. Oleh Karena itu makalah ini tidak akan selesai tanpa pengarahan dari berbagai pihak. Tak lupa pula, penyusun mohon saran dan kritiknya kepada pembaca makalah ini apabila dalam penyusunannya jauh dari kesempurnaan.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun pribadi, umumnya bagi pembaca sekalian.



Bandung,  Desember 2009

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..  i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….  ii
BAB 1        : PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
              I.   Latar Belakang Masalah………………………………………….. 1
              II.  Rumusan Masalah………………………………………………... 1
              III. Tujuan Pembahasan……………………………………………… 1
BAB II       : PEMBAHASAN…………………………………………………….. 2
1. Pengertian Mantuq dan Mafhum………………………………….. 2
2. Pembagian Mantuq dan Mafhum………………………………….. 2
1) Nash…………………………………………………………… 3
2) Zahir…………………………………………………………… 3
3. Syarat-syarat Mantuq dan Mafhum……………………………….. 6
4. Metode.............................................................................................  8
1). Metode Ulama Hanafiah........................................................... 8
2). Metode Ulama Mutakallimin………………………………… 13
BAB III      : PENUTUP………………………………………………………….. 17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..  iii




ii
BAB 1
PENDAHULUAN
I.    Latar Belakang Masalah
Pembuatan makalah ini dibuat untuk memperkenalkan kepada publik arti dan makna dari “mantuq dan mafhum”, sehingga masyarakat bisa mengetahui, memahami, dan menerapkan dalam kehidupan dalam kehidupan sehari-harinya.
II.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana peran penting dari Mantuq dan Mafhum?
2.    Bagaimana pengaruh Mantuq dan Mafhum dalam kehidupan sehari-hari?
3.    terbagi berapa bagian Mantuq dan Mafhum dalam pembelajaran Ushul Fiqh?
4.    Syarat-syarat apa saja yang ada dalam Mantuq dan Mafhum?
5.    Metode siapa saja yang diterapkan dalam Mantuq dan Mafhum?
III.    Tujuan Pembahasan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mempermudah kepada pembaca dalam memahami Mantuq dan Mafhum.








1
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN MANTUQ DAN MAFHUM
Mantuq adalah lafal yang hukumnya memuat apa yang diucapkan (makna tersurat), dedang mafhum adalah lafal yang hukumnya terkandung dalam arti dibalik manthuq (makna tersirat)
Menurut kitab mabadiulawwaliyah, mantuq adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz dalam tempat pengucapan, sedangkan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pengucapan.
Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut. Seperti firman Allah SWT
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”(Q.S Al-Isra’ ayat 23).
Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu. Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz yang mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq dan tidak nyata disebut mafhum
2. PEMBAGIAN MANTUQ DAN MAFHUM
A.    Pembagian Mantuq
Pada dasarnya mantuq ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:
2
1) Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di ta’wilkan lagi, seperti firman Allah SWT
Maka wajib berpuasa tiga hari (Q.S Al-Baqarah ayat 106)
2) Zahir, yatiu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendakinya kepada penta’wilan. Seperti firman Allah SWT
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu (Q.S Ar-Rahman ayat 27)
Wajah dalam ayat ini diartikan dengan zat, karena mustahil bagi tuhan mempunyai wajah seperti manusia.
”dan langit yang kami bangun dengan tangan” (Q.S. Adz-zariyat: 47)
Kalimat tangan ini diartikan dengan kekuasaan karena mustahil Allah mempunyai tangan seperti manusia.
A.    Pembagian Mafhum
Mafhum dibedakan menjadi dua bagian, yakni:
1. Mafhum Muwafaqah, yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama dengan hukum yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian:
a) Fahwal Khitab
yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua tidak boleh hukumnya, firman Allah SWT yang artinya: jangan kamu katakan kata-kata yang keji kepada kedua orangtua. Kata-kata yang keji saja tidak boleh apalagi memukulnya.


3
b) Lahnal Khitab
yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan diucapkan. Seperti memakan (membakar) harta anak yatim tidak boleh berdasarkan firman Allah SWT:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
(Q.S An-Nisa ayat 10)
Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut ang berarti dilarang (haram)
2. Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti firman Allah SWT:
apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli
dari ayat ini dipahami bahwa boleh jual beli dihari Jum’at sebelum azan dikumandangkan dan sesudah mengerjakan shalat Jum’at. Dalil Khitab ini dinamakan juga mafhum mukhalafah.
Macam-macam mafhum mukhalafah:
1. Mafhum Shifat
yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya. Seperti firman Allah SWT.
”Hendaklah bebaskan seorang budak (hamba sahaya) yang mukmin” (Q.S. An-Nisa ayat 92)
    4
2. Mafhum ’illat
yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut ’illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan.
3. Mafhum ’adat
yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Firman Allah SWT:
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, (Q.S. An-Nur ayat 4)
4. Mafhum ghayah
yaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya ”ilaa” dan dengan ”hakta”. Seperti firman Allah SWT.
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
(Q.S Al-Maidah ayat 6)
Firman Allah SWT
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci
(Q.S. Al-Baqarah ayat 222)
5. Mafhum had
yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu ’adad diantara adat-adatnya. Seperti firman Allah SWT.:
5
Katakanlah: “Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – Karena Sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
6. Mafhum Laqaab
yaitu menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fa’il, seperti sabda Nabi SAW
3. SYARAT-SAYRAT MAFHUM MUKHALAFAH
syarat-syaraf mafhum Mukhalafah, adalah seperti yang dimukakan oleh A.Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqhi, se¬bagai berikut:
Untuk syahnya mafhum mukhalafah, diperlukan empat syarat:
1. Mafhum mukhalafah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. Contoh yang berlawanan dengan dalil mantuq:
“Jangan kamu bunuh anak-anakmu karena takut kemiskin¬an”
(Q. S Isra’ ayat 31).
Mafhumnya, kalau bukan karena takut kemiskinan di¬bunuh, tetapi mafhum mukhalafah ini berlawanan dengan dalil manthuq, ialah:
“Jangan kamu membunuh manusia yang dilarang Allah kecuali
dengan kebenaran (Q.S Isra’ ayat 33)”
Contoh yang berlawanan dengan mafhum muwafaqah:
“Janganlah engkau mengeluarkan kata yang kasar kepada orang tua, dan jangan pula engkau hardik (Q.S Isra’ ayat 23).
6
Yang disebutkan, hanya kata-kata yang kasar mafhum mukhalafahnya boleh memukuli. Tetapi mafhum ini berla¬wanan dengan mafhum muwafaqahnya, yaitu tidak boleh memukuli.
2. Yang disebutkan (manthuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi.
Contoh:
“Dan anak tirimu yang ada dalam pemeliharaanmu”
(Q.S An-Nisa’ ayat 23).
Dan perkataan “yang ada dalam pemeliharaanmu” tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam peme¬liharaanmu boleh dikawini. Perkataan itu disebutkan, se-bab memang biasanya anak tiri dipelihara ayah tiri karena mengikuti ibunya.
3. Yang disebutkan (manthuq) bukan dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan. Contoh:
“Orang Islam ialah orang yang tidak mengganggu orang-¬orang Islam lainnya, baik dengan tangan ataupun dengan lisannya (Hadits)”.
Dengan perkataan “orang-orang Islam (Muslimin) tidak dipahamkan bahwa orang-orang yang bukan Islam boleh diganggu. Sebab dengan perkataan tersebut dimaksudkan, alangkah pentingnya hidup rukun dan damai di antara orang-orang Islam sendiri.
4. Yang disebutkan (manthuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain. Contoh:
“Janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu) padahal kamu sedang beritikaf di mesjid (Q.S Al-Baqarah ayat 187)”.
Pada dasarnya ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang berdasarkan pada ijtihad para mujtahid dengan sumber utamanya al-Qu’an dan hadits.

    7
 Karena itu kajian ilmu ushul fiqh terletak pada dilalah (petunjuk) yang ada dalam teks mengenai makna maupun petunjuk lainnya seputar teks.
Dari sisi penunjukkan lafadz para Ulama ushul membagi ‘dilalatul alfadz’ ini atas berlakunya hukum menjadi dua metode, 1) Metode Ulama Hanafiah 2) Metode Ulama Mutakallimin.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan bahasa yang nantinya dikaji dan ditinjau relasi antara lafadz dan makna sesuai dengan kaidah bahasa arab dan pendekatan lainnya dengan pendekatan syara’.
            Penunjukkan lafadz menurut Ulama hanafiah terbagi menjadi empat macam: dilalah ibarah, dilalah nash, dan dilalah iqtidha. Apabila dua yang pertama berusaha menemukan maksud pembicara baik yang tersurat (ibarah) maupun yang tersirat (isyarah) dari makna secara langsung, maka dua yang terakhir berusaha menemukan tujuan syar’I yang tidak tertulis dalam teks baik melalui perluasan makna teks (dilalah nash) maupun penyisipan (iqtidha).
            Adapun penunjukkan lafadz menurut Ulama mutakallimin dibagi menjadi dua: mantuq dan mafhum. Yakni berusaha menemukan maksud pembicara baik yang tersurat (manthuq) maupun yang tersirat (mafhum).
1. Metode Ulama Hanafiah
 A. Ibaratu an-Nas (عبارة النص) atau Dilalah ‘Ibarah
         Definisi ‘Ibaratu an-nas’ menurut Al-sarkhisyi sebagai berikut:
ما كان السياق لأجله ويعلم قبل التأمل به أن ظاهر النص متناول له.
“Apa yang terungkap ditunjukkan untuknya dan dapat diketahui sebelum adanya pemikiran yang mendalam bahwa zhahir nash diperuntukkan baginya”
Definisi yang dikutip oleh Sa’id al-Khin:
8
دلالة اللفظ على ماكان الكلام مسوقا لأجله أصالة أو تبعا وعلم قبل التأمل أن ظاهر الناس يتناوله.
“Penunjukkan lafadz atas pembicaraan yang diungkap baginya baik makna pokok atau tidak pokok dan dapat diketahui sebelum pemikiran yang mendalam bahwa zhahir nash diperuntukkan baginya”.
Misalnya, Firman Allah Swt:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Qs.4:3.
                 Dari paparan ayat ini dapat diambil dari lafadz dan ibarahnya beberapa hukum, yaitu:
1.    Pembolehan nikah.
2.    Pembolehan menikah lebih dari satu istri.
3.    Membatasi menikah dengan satu istri apabila suami khawatir tidak berlaku adil dalam poligami.
Tiap-tiap pengambilan hukum di atas diambil melalui ‘ibarot an-nas’ karena pembicaraan diungkap baginya dan lafadz  diperuntukkan baginya sebelum pemikiran yang mendalam (ta’ammul) sekalipun sebagiannya termasuk makna yang tidak pokok (taba’i) seperti bolehnya menikah.
B. Isyaratu an-Nas (إشارة النص) atau Dilalah Isyarah
        Definisi menurut As-sarkhasi sebagai berikut:
ما لم يكن السياق لأجله لكنه يعلم بالتأمل في معنى اللفظ من غير زيادة فيه ولا نقصان.

9
“Apa yang terungkap bukan ditujukan untuk itu, akan tetapi dengan pemikiran yang mendalam didapatkan suatu makna dari lafadz tersebut tanpa berlebih atau kurang”.
      Mengutip dari Sa’id al-Khin:
دلالة اللفظ على حكم غير مقصود ولا سيق له النص ولكنه لازم للحكم الذي سيق الكلام لإفادته وليس ظاهر من كل وجه.
 “Penunjukkan lafadz atas berlakunya hukum yang bukan dimaksud dan juga bukan diperuntukkan atas nash, akan tetapi merupakan kemestian hukum bagi pembicaraan yang diperuntukkan baginya dan bukan pula dari setiap segi zhahirnya”.   
Misalnya, Firman Allah Swt:
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”. Qs:2:187.
Dalam ayat di atas ini menunjukkan dengan pernyataannya bahwa bolehnya makan, minum dan menggauli istri setiap malam pada bulan ramadhan sampai terbitnya fajar.
            Menunjukkan isyarat dengan ayat ini bahwa barang siapa yang paginya junub maka puasanya pada hari itu sah.
            Jika saja menyambung itu boleh dalam setiap bagian malam, kemudian  telah muncul fajar sedang dia junub, maka mandi bisa dilakukan setelah waktu fajar.

10
C. Dilalatu an-Nas
Dalam definisi dilalah nash ini  dikutip oleh Sa’id al-Khin sebagai berikut:

دلالة اللفظ على ثبوت حكم المنطوق به للمسكوت عنه لوجود معنى فيه يدرك كل عارف باللغة أن الحكم في المنطوق به كان لأجل ذلك المعنى من غير حاجة ولا نظر ولا اجتهاد.
“Penunjukkan lafadz atas  berlakunya hukum dari masalah yang disebutkan (manthuq) bagi masalah yang tidak disebutkan (maskut) karena adanya makna di dalamnya yang dapat difahami oleh tiap ahli bahasa bahwa hukum yang disebutkan (manthuq) diperuntukkan baginya tanpa memerlukan nalar dan ijtihad”.
            Dengan demikian, berlakunya hukum dalam penunjukkan ini diambil dari makna nash bukan dari lafadznya. Cukup memahaminya dengan hanya menggunakan analisa kebahasaan dan tidak memerlukan ijtihad.
Dilalah nash ini sering juga disebut dengan ‘fahwa al-khitab’ yang berarti tujuan pembicaraan. Syafi’iyah menamakannya dengan ‘mafhum al-muwafaqah’. Sebagian Ulama lainnya menamakannya ‘dilalah ad-dilalah’ dan sebagian menamakannya ‘al-qiyas al-jalli’.
 Misalnya, firman Allah:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Qs.17:23.
 Pernyataan ayat ini menunjukkan larangan mengatakan ‘ah’. Setiap ahli bahasa arab mengetahui bahwa dari makna yang diperuntukkan baginya dari ayat ini menunjukkan larangan mencaci dan menyiksa dan memukul kedua orang tua dan
    11
sejenisnya. Karenanya memukul, mencaci, dan seterusnya lebih utama pengharamannya daripada hanya mengatakan ‘uff atau ah’. Karena itu keharaman pada hal-hal yang tidak disebutkan dalam nash itu lebih pasti sebab alasan hukumnya lebih kuat dan jelas.
Dengan demikian, hukum larangan mengatakan ‘uff atau ah’ tetap berdasarkan nash, selanjutnya pengharaman lainnya didasarkan melalui dilalah nash.
D. Dilalatu al-Iqtidha
        Definisinya sebagaimana dikutip oleh Sa’id al-Khin:
دلالة الكلام على معنى يتوقف على تقديره صدق الكلام أو صحته عقلا أو شرعا.
“Penunjukkan pembicaraan atas makna di mana kebenaran dan kesahihan pembicaraan itu dapat  diterima secara akal dan syara’”.
            Para Ulama Ushul membagi ‘dilalah iqtidha’ menjadi tiga bagian:
1.    Sesuatu yang harus dimunculkan untuk kebenaran suatu ucapan. Misalnya, hadits Nabi Saw:
رفع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه.
“Dihapus dari umatku, kesalahan, lupa, dan segala sesuatu yang memaksa mereka lakukan”.
            Sesungguhnya kata-kata: kesalahan dan lupa tidak mungkin dihapus (dicabut), karena sifat kesalahan dan lupa tidak mungkin dihapus karena telah terjadi (berlalu), karenanya harus ditaqdirkan sehingga pembicaraan itu menjadi benar. Karena kata yang dimaksud adalah menghapus dosa. Maksudnya Allah memaafkan dosanya.
2.    Sesuatu yang harus dimunculkan untuk kebenaran suatu ungkapan secara akal. Misalnya, firman Allah:

12
“Dan tanyalah (penduduk) negeri yang Kami berada disitu, dan kafilah yang Kami datang bersamanya, dan Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang benar". Qs.12:82.
            Sesungguhnya dalam ungkapan ini harus ditakdirkan lafadz di dalamnya supaya dapat diketahui dan sah secara akal, karenanya kata yang dimunculkan adalah ‘penduduk’ sebelum kata ‘negeri’, sehingga menjadi ‘penduduk negeri’.
Karena tidak mungkin secara akal dilontarkan pertanyaan kepada negeri.
3.    Sesuatu yang harus dimunculkan untuk benarnya suatu ungkapan secara syara’. Misalnya, Firman Allah:
“Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik”. Qs.2:187.
            Dalam ayat ini tidak dinyatakan maaf secara syar’I kecuali jika dilakukan diyat. Karenanya kata yang dmunculkan di sini adalah diyat.
2. Metode Ulama Mutakallimin.
Metode dilalatul alfadz dalam Ulama mutakallimin terbagi menjadi dua, yaitu: 1) Mantuq, 2) Mafhum.
A.  Mantuq (منطوق)
Sebagaimana yang dikutip oleh Sa’id al-Khin, definisinya sebagai berikut:
  ما دل عليه اللفظ في محل النطق  
“Penunjukkan lafadz menurut apa yang diucapkan”.
Definisi ini mengandung arti bahwa kita memahami suatu hukum dari apa yang langsung tersurat dalam lafadz itu, baik penyebutannya langsung atau tidak.
Misalnya, firman Allah:

13
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka” Qs.17:23
Hukum yang tersurat dari ayat ini adalah larangan mengucapkan kata ‘uff’. Contoh lain, dalam surat An-Nisa: 23
(Diharamkan atas kamu mengawini) anak-anak tiri yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, Qs.4:23
Ayat ini menunjukkan larangan menikahi anak tiri yang berada dalam asuhan suami dari istri yang digauli. Dua masalah diatas ini menunjukkan lafadz berdasar apa yang diucapkan (manthuq).
B.  Mafhum (مفهوم)
Definisinya sebagai berikut:
ما دل عليه اللفظ لا في محل النطق بأن يكون حكما لغير المذكور وحالا من أحواله .
“Penunjukkan lafadz menurut yang tidak disebutkan bahwasanya berlakunya hukum bukan berdasar yang disebutkan”.
Misalnya, firman Allah:
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" Qs.17:23.
Ayat ini menunjukkan dan dapat dilihat dari sisi mafhumnya pelarangan memukul orang tua. Contoh lainnya dalam surat An-Nisa:25.
“Dan Barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki”. Qs.4: 25.
Ayat ini menunjukkan haramnya atau tidak bolehnya menikahi hamba sahaya
14
yang tidak beriman. Dua hal diatas ini menunjukkan atas lafadz berdasar dengan yang tidak disebutkan (mafhum).
a. Macam-macam Mafhum
            Mafhum terbagi menjadi dua bagian:
1.  Mafhum Muwafaqah (Mafhum Kesamaan)
Definisi yang dikutip oleh Sa’id dan al-Khin:
دلالة اللفظ على ثبوت حكم المنطوق به للمسكوت عنه وموافقته له نفيا أو إثباتا لاشتراكهما في معنى يدرك من اللفظ مجرد بمعرفة اللغة دون الحاجة إلى بحث واجتهاد.
 “Penunjukkan lafadz atas  berlakunya hukum dari masalah yang disebutkan (manthuq) bagi masalah yang tidak disebutkan (maskut) dan penyesuaiannya baik secara tidak pasti (nafy) atau tidak pasti (itsbat) bagi pelibatan keduanya atas makna dan dapat diketahui dengan hanya memahami bahasa tanpa memerlukan nalar dan ijtihad ”.          
Selanjutnya masalah yang tidak disebutkan (maskut) lebih utama dari yang disebutkan (manthuq). mafhum ini juga dinamakan fahwa al-khitab dan juga ada kesamaan dengan lahnu al-khitab.
 Misalnya, firman Allah:
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka”. Qs.17:23.
Pernyataan ayat ini menunjukkan larangan mengatakan ‘uff’ karenanya disebut manthuq. Adapun larangan memukul adalah maskut (yang tidak disebutkan). Karena kedua makna ini masuk dalam makna ‘menyakiti’ yang difahami dari lafadz ‘uff’ bahkan memukul pelarangannya lebih utama.

15
a.  Berhujjah dengan Mafhum Muwafaqah
     Kita sudah memahami di atas bahwa mafhum mukholafah adalah sama dengan dilalah nash sebagaimana metode hanafiah.
      Dalam berhujjah dengan mafhum muwafaqah ini tidak ada perbedaan di antara para fuqoha kecuali pendapat dari mazhab Zahiri bahwa tidak bisa berhujjah dengan mafhum muwafaqah. Karena mereka menganggapnya masuk dalam bab qiyas, sedangkan mereka menafikan qiyas.
b.  Atsar Ikhtilaf
Bahwa perbedaan dalam kaidah ini memiliki pengaruh besar dalam perbedaannya dengan cabang, dari perbedaan cabang itulah yang menjadikan perbedaan yang muncul dalam kaidah ini.











16
PENUTUP
            Dari pemaparan di atas, dapat difahami bahwa para Ulama mempunyai dua metode dalam dilalah. pertama, metode Ulama Hanafiah. Kedua, metode Ulama Mutakallimin.
            Dilalah dalam metode Ulama Hanafiah melalui empat dilalah, yakni dilalah ibarah, dilalah nash, dan dilalah iqtidha. Sedangkan metode Ulama melalui empat dilalah yang terangkum di dalam Manthuq dan Mafhum. Selanjutnya ada persamaan antar dua metode ini yaitu dilalatu al-iqtidha dan dilalatu an-nas hanafiah. Hanya saja dilalatu an-nas hanafiah dengan nama mafhum muwafaqah pada Ulama mutakallimin. Adapun ibaratu an-nas sama dengan manthuq pada Ulama mutakallimin.
            Telah menjadi terang bahwa perbedaan mereka pada perbedaan metode dalam pembagian masing-masing, walaupun keduanya sampai pada nilai-nilai yang berdekatan. Perbedaannya hanya pada nama bukan pada substansi.









17
DAFTAR PUSTAKA
 Ibn Al-Hajib, Mukhtashar Al-Muntaha, Mesir:Al-Maktabat Al-Amirriyyah, 1328 H.
Al-Bardisi, Muhammad Zakariya, Ushul Al-fiqh, Mesir:Dar Al-Nahdah Al-Arabiyah, 1969.
Al-baidhawi,Minhaj Al-Wushul”ilm Al-Ushul”,Mesir.Al-Maktabah Al-Tijjariyah  Al-Kurba,1326 H.   
Al-Haj,Ibn Amir, At-Takrir wa At-Tahir,Mesir. Al-Mathba’ah  Al-Amiriyyah, 1316 H.     
 Mustafa Sa’id al-Khin, Atsaru al-Khilaf fi al-Qowaid al-Ushuliyah fi al-ikhtilafi al-Fuqoha (Beirut: Muassasah ar-Risalah, cet 7, 1998) hal 128.





































iii




Analisis SWOT


ANALISIS SWOT DALAM LEMBAGA DAKWAH
MAKALAH
diajukkan untuk memenuhi salah satu tugas UTS pada Mata Kuliah Administrasi Dakwah
Drs. Arif Rahman, M.Pd : Dosen



Disusun Oleh :

Sapty Prasetiawaty R
120 940 3037


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
SEMESTER IV
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011/2012


KATA PENGANTAR


Puji yang menjadi penganut hati dilantunkan kepada Allah Rabbul Izzati. Puja yang menjadi penganut jiwa dilantunkan kepada Allah Azza Wajalla, yang mana atas berkat curahan kasih sayang-Nya dengan memberinya kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah “Analisis SWOT dalam Lembaga Dakwah” pada mata kuliah Administrasi Dakwah.

Shalawat dan salam senantiasa selalu tercurah limpahkan kepada habib tertinggi, manusia termulia, pengkikis habib segala ajaran komunis dan kapitalis, penghancur perbuatan najis, pembawa ahklak yang mukhlis. Siapakah dia kalau bukan pimpinan kita yang idealis yakni Nabi besar Muhammad SAW.
Dalam penulisan makalah ini, penyusun perlu menyadari sepenuhnya sebagai insane yang dianugerahi kelebihan disamping keterbatasan diri. Oleh Karena itu makalah ini tidak akan selesai tanpa pengarahan dari berbagai pihak. Tak lupa pula, penyusun mohon saran dan kritiknya kepada pembaca makalah ini apabila dalam penyusunannya jauh dari kesempurnaan.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun pribadi, umumnya bagi pembaca sekalian.

Bandung,     April 2011


Penyusun,


DAFATAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………    i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...    ii
BAB I    : PENDAHULUAN …………………………………………………...    1
1.1    Latar Belakang Masalah ………………………………………..    1
1.2    Rumusan Masalah ………………………………………………    1
1.3    Tujuan ……………………………………………………………    1
BAB II    : PEMBAHASAN ……………………………………………………..    2
A.    Pengertian Analisis Swot ………………………………………...    2
B.    Faktor Analisis Swot ……………………………………………..    2
a.    Faktor Internal ……………………………………………….    2
b.    Faktor Eksternal ……………………………………………..    2
C.    Contoh Analisis Swot …………………………………………….    3
BAB III    : A. Kesimpulan ……………………………………………………….    6
REFERENSI …………………………………………………………………………    7






BAB I

PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500.
1.2    Rumusan Masalah
1.   Apa maksud dari Analisis Swot ?
2.   Apa singkatan dari masing-masing hurup S W O T ?
3.   Faktor apa saja yang terdapat dalam Swot ?
4.      Bagaimana Contoh dari Analisis Swot dalam Lembaga Dakwah ?

1.3    Tujuan

Agar semua Mahasiswa dan para pembaca makalah ini, sedikitnya mengetahui apa yang dijelaskan oleh Swot dan apa maksud dari analisis Swot dan bagaimana cara menggunakan Analis Swot ini.



BAB II

PEMBAHASAN
A.    Pengertian analisis Swot
Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats).
Teori Analisis Swot adalah sebuah teori yang digunakan untuk merencanakan sesuatu hal yang dilakukan dengan Swot. SWOT adala sebuah singkatan dari S (Strenght/kekuatan), W (Weakness/kelemahan), O (Opportunity/kesempatan) dan T (Threat/ancaman). Swot ini bisa digunakan untuk menganalisis suatu kondisi dimana akan dibuat sebuah rencana untuk melakukan sesuatu, sebagai contoh, program kerja.
Setelah dilakukan Analisis Swot maka jadi mengetahui kondisi nyata apa yang terjadi dilingkungan internal dan eksternal, maka dapat mulai membuat rencana program kerja dakwah yang sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan untuk melaksanakan dakwah tersebut.

B.    Faktor Analisis Swot

Ada 2 faktor yang termasuk ke dalam Analisis Swot, yaitu :
a. Faktor Internal
    1. Strength/Kelebihan
    2. Weakness/Kelemahan

b. Faktor Eksternal

    1. Opportunitivies/Kesempatan
    2. Threat/Ancaman


C.    Contoh Analisis Swot
Faktor Internal    Solusi/ Tanggapan
Strength/ Kelebihan
1.    Sebagian besar anggota LDK juga  menduduki posisi di wajiha lain.
2.    Managemen alur kaderisasi yang jelas.
3.    Penanaman ukhwa islamiyah yang kuat.
4.    Memegang prinsip keikhlas dalam bekerja (dakwah)
5.    Memiliki tujuan yang sama
6.    Prinsip “Bekerjalah seolah-olah akan hidup seribu tahun lagi, dan beribadahlah seakan akan mati esok hari”
Weakness / Kelemahan
1.    Kuantitas anggota yang semakin berkurang ketika pengkaderan.
2.    Ruang lingkup kerja yang sempit, mulai dari kualitas secret sampai dengan kurang leluasanya LDK menjangkau seluruh mahasiswa PGRI
3.    Perbandingan tutor dengan mahasiswa PGRI yang tidak seimbang.    1.    Ini adalah asset yang dimiliki oleh LDK. Apabila kader LDK menyebar di Wajiha ammah maka akan sangat mempermudah dalam pengkoordinasian penyebaran-penyebaran Fikrah Islamiyah.
2.    LDK adalah wajiha yang regenerasinya sudah terkoordinasi dengan baik. Ini harus dipertahankan, karena sangat tidak mungkin suatu wajihah dapat bertahan tanpa sistem kaderisasi yang baik.
3.    Ikatan yang tumbuh karena kesatuan iman dan tujuan membuat LDK sebagai keluarga besar yang memiliki ikatan persaudaraan yang kuat.
4.    Pemupukan keikhlasan perlu dijamurkan setiap saat, untuk menghindari perpecahan  dan pamrih dalam dakwah.
5.    Allah adalah tujuan akhir, satu tujuan ini harus senantiasa diluruskan.
6.    Prinsip ini akan membawa LDK bahkan islam pada kejayaan umat islam
1.    Hal ini terjadi karena:
•    Niat yang berlandaskan duniawi. Maka dakwah itu sendiri yang akan mengeluarkanya dari lembaga dakwah. Sebelum dakwah mengeluarkan ADK dari lingkaran dakwah, hendaknya sosialisasi “Meluruskan Niat” selalu digalakkan dalam setiap event-event seperti syuro’ (rapat)
•    Kesibukan ADK seiring dengan meningkatnya tingkatan akademik. Maka pihak LDK (tutor) perlu menguatkan penekanan pada keseimbangan antara dakwah dan akademik (tawazun)
•    Pencitraan bahwa aktivis kampus akan selalu bermasalah pada kegiatan perkuliahan. Hal ini perlu disigapi dengan “promosi” ADK-ADK yang sukses di akademik. Misalnya profilnya dimuat di media.
•    Peluasan rekrutmen kader
2.    Setidaknya tata letak barang di secret ditata lebih rapi. Karena kerapian secret merupakan salah satu bentuk dakwah.
3.    Kekurangan tutor dapat diatasi dengan bekerja sama dengan LDK dari Fakultas maupun dari universitas lain (membangun link antar universitas) atau melakukan rekrutmen alumni-alumni dari LDK yang tetap eksis.
Faktor Eksternal    Solusi/ Tanggapan
Opportunitivies/Kesempatan
1.    Menjadi pusat kaderisasi seluruh wajihah yang ada di kampus
2.    Kedekatan dengan birokrasi    1.    Tentu semua itu dapat terjadi bila ada kader-kader terbaik yang di tempatkan di wajihah ammah itu
2.    Kedekatan dengan birokrasi kampus ini dapat dijalin dengan melalui setiap kader LDK. Misalnya saja setiap kader berusaha akrab dengan dosen yang mengajar di kelasnya. Dengan kata lain setiap kader harus berprestasi di kelasnya masing-masing. Agar dosen itu mengenalnya. Citra LDKpun akan tinggi tidak hanya di mata Allah, tetai di hadapan manusia juga (dalam hal ini birokrasi kampus)
Threat/ Ancaman
1.    Ghazwul Fikri
2.    Westernisasi
3.    Krisis ketauladanan
4.    Konpirasi anti islam    1.    Hilangkanlah kebiasaan yang selalu memperdebatkan hal-hal kecil. Memang masalah besar berawal dari masalah kecil, tapi bukan bearti masalah kecil harus dibesar-besarkan. Intinya, kembalilah pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Selain itu, pengoptimalisasi tarbiyah tsaqofiyah untuk menstimulasi kekuatan di medan dakwah, khususnya kampus.
2.    Solusinya mungkin adalah dengan menghilangkan rasa malu atau takut untuk menunjukan identitas diri kita sebagai muslim/ah.
3.    Penekanan kepada seluruh ADK bahwa untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri. Kalau bisa ADK dapat menjadi mahasiswa teladan di kampus. Bukan karena saja Ia gemar berada di musolah, tidak hanya karena senyum, salam, sapanya. Tapi keteladanan prestasinya juga.
4.    Khususnya medan kampus, membudayakan kebiasaan islami, jangan sampai umat islam asing terhadap ajaran agamanya sendiri. Bisa juga bertransaksi (jual-beli) dengan islami



BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan Swot itu urutan kata dari S (Strenght/kekuatan), W (Weakness/kelemahan), O (Opportunity/kesempatan) dan T (Threat/ancaman). Swot ini bisa digunakan untuk menganalisis suatu kondisi dimana akan dibuat sebuah rencana untuk melakukan sesuatu, sebagai contoh, program kerja.

Ada 2 faktor yang termasuk ke dalam Analisis Swot, yaitu :

A. Faktor Internal
    1. Strength/Kelebihan
    2. Weakness/Kelemahan
B. Faktor Eksternal
    1. Opportunitivies/Kesempatan
    2. Threat/Ancaman





REFERENSI

History of SWOT Analysis, Tim Friesner, diakses tanggal 21 Januari 2010.